Dasar Hukum

Pengadilan Negeri Kota Bogor Kelas I A

  • Undang - Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
  • Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dirubah dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 dan dirubah lagi dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2009
  • Undang-undang no. 2 tahun 1986 tentang Peradilan Umum dirubah dengan Undang - Undang No. 8 Tahun 2004 dan dirubah lagi dengan Undang -Undang No. 49 Tahun 2009
  • Buku II Mahkamah Agung Republik Indonesia Edisi Revisi Tahun 1997 tentang Pedoman Pelaksanaan tugas dan Administrasi
  • Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata yang diterbitkan oleh Mahkamah Agung RI Tahun 2007
  • Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2008 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku padaMahkamah Agung dan badan Peradilan yang berada di bawahnya
  • Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 2-144/KMA/SK/VIII/2022 tentang Standar Pelayanan lnformasi Publik di Pengadilan.
  • Undang-undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan lnformasi Publik
  • Peraturan Mahkamah Agung R.I. No. 3 Tahun 2012 tentang Biaya Proses Penyelesaian Perkara dan Pengelolaannya pada Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang Berada di Bawahnya
  • Keputusan Sekretaris Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 34/SEK/SK/VI/2010 tentang Penetapan Standar Biaya Perjalanan Dinas dan Trnnsporusi lokal di lingkungan Mahkamah Agung R.I. dan Badan Peradilan yang berada dibawahnya diseluruh Indonesia

Alur Pendaftaran

Pengadilan Negeri Kota Bogor Kelas I A

Persyaratan

Pengadilan Negeri Kota Bogor Kelas I A

Syarat – Syarat Surat Gugatan

Yang dimaksud dengan formulasi surat gugatan adalah perumusan (formulation) surat gugatan yang dianggap memenuhi syarat formil menurut ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sehubungan dengan itu, dalam uraian ini akan dikemukakan berbagai ketentuan formil dan materil yang wajib terdapat dan tercantum dalam surat gugatan. Syarat-syarat tersebut, akan ditampilkan secara berurutan sesuai dengan sistematika yang lazim dan standar dalam praktik peradilan.

Syarat Formil

Pada umumnya syarat formal yang harus dipenuhi dalam suatu gugatan adalah

 

  1.  Ditujukan (Dialamatkan ) kepada Pengadilan Negeri (Ketua) Sesuai dengan Kompetensi Relatif.Surat gugatan, secara formil harus ditujukan dan dialamatkan kepada Pengadilan Negeri sesuai dengan kompetensi relatif. Harus  tegas dan jelas tertulis Pengadilan Negeri yang dituju sesuai dengan patokan kompetensi relatif yang diatur dalam Pasal 118 HIR. Apabila surat gugatan salah alamat atau tidak sesuai dengan kompetensi relatif :
    • Mengakibatkan gugatan mengandung cacat formil, karena gugatan disampaikan dan dialamtkan kepada PN yang berada di luar wilayah hukum yang berwenang untuk memeriksa dan mengadilinya
    • Dengan demikian, gugatan dinyatakan tidak dapat diterima (niet onvankelijkeverklaard) atas alasan hakim tidak berwenang mengadili.
  1. Diberi Tanggal

    Ketentuan undang-undang tidak menyebut surat gugatan harus mencantumkan tanggal. Begitu juga halnya jika surat gugatan dikaitkan dengan pengertian akta sebagai alat bukti, Pasal 1868 maupun Pasal 1874 KUH Perdata, tidak menyebutka pencantuman tanggal di dalamnya. Karena itu, jika bertitik tolak dari ketentuan Pasal  118 ayat (1) HIR dihubungkan dengan pengertian akta sebagai alat bukti, pada dasarnya tidak mewajibkan pencantuman tanggal sebagai syarat formil.
  1. Ditandatangani Penggugat atau Penguasa

Mengenai tanda tangan dengan tegas disebut sebagai syarat formil surat gugatan. Pasal 118 ayat (1) HIR menyatakan :

    • Gugatan perdata harus dimasukkan ke PN sesuai dengan kompetensi relatif, dan
    • Dibuat dalam bentuk surat permohonan (surat permintaan) yang ditanda tangani oleh penggugat atau oleh wakilnya (kuasanya).
Syarat Substansial

Syarat substansial dari surat permohonan gugatan yang diajukan oleh penggugat, terdapat dalam RV Pasal 8 Nomor 3 yang meliputi:

 

  1. Identitas Para PihakPenyebutan identitas dalam surat gugatan, merupakan syarat formil keabsahan gugatan. Surat gugatan yang tidak menyebut identitas para pihak, apalagi tidak menyebut identitas tergugat, menyebabkan gugatan tidak sah dan dianggap tidak ada. Tentang penyebutan identitas dalam gugatan, sangat sederhana sekali. Tidak seperti yang disyaratkan dalam surat dakwaan dalam perkara pidana yang diatur dalam Pasal 143 ayat (2) huruf a KUHAP (meliputi nama lengkap, agama, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka).Tidak seluas itu syarat identitas yang harus disebut dalam surat gugatan. Bertitik tolak dari ketentuan Pasal 118 ayat (1) HIR, identitas yang harus dicantumkan cukup memadai sebagai dasar untuk :
    • Menyampaikan panggilan, atau
    • Menyampaikan pemberitahuan;Dengan demikian, oleh karena tujuan pencantuman agar dapat disampaikan  panggilan atau pemberitahuan, identitas wajib disebut, cukup meliputi :
    • Nama Lengkap
      Nama terang dan lengkap, termasuk gelar atau alias (jika ada), maksud mencantumkan gelar atau alias, untuk membedakan orang tersebut dengan orang lain yang kebetulan namanya sama pada lingkungan tempat tinggal.
    • Alamat atau Tempat Tinggal
    • Penyebutan identitas lain, tidak imperative
  1. Posita (Fundamentum petendi)Mengacu pada Rv Pasal 8 Nomor 3 menyebutkan pula posita dan petitum sebagai pokok yang harus dipenuhi dalam surat gugatan. Posita merupakan dalil-dalil konkret tentang adanya hubungan hukum yang merupakan dasar serta alasan-alasan daripada tuntutan. Uraian tentang kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa harus dijelaskan secara runtut dan sistematis sebab hal tersebut merupakan penjelas duduknya perkara sehingga adanya hak dan hubungan hukum yang menjadi dasar yuridis daripada tuntutan.Secara garis besar dalam posita harus memuat antara lain:
    • Objek perkara yaitu mengenai hal apa gugatan yang akan diajukan.
    • Fakta-fakta hukum yaitu hal-hal yang menimbulkan sengketa.
    • Kualifikasi perbuatan tergugat yaitu suatu perumusan mengenai perbuatan materiil maupun moral dari tergugat yang dapat berupa perbuatan melawan hukum.
    • Uraian kerugian yang diderita oleh penggugat.
    • Petitum
      Petitum adalah apa yang diminta atau diharapkan oleh penggugat agar diputuskan oleh hakim dalam persidangan. Petitum ini harus dirumuskan secara jelas, singkat dan padat sebab tuntutan yang tidak jelas maksudnya atau tidak sempurna dapat mengakibatkan tidak diterima atau ditolaknya tuntutan tersebut oleh hakim.Dalam praktik peradilan petitum dibagi kedalam tiga bagian, yaitu:
    • Tuntutan pokok atau tuntutan primer
      Merupakan tuntutan sebenarnya atau apa yang diminta oleh penggugat sebagaimana yang telah dijelaskan dalam posita
    • Tuntutan tambahan
      Merupakan tuntutan pelengkap daripada tuntuntan pokok.
    • Tuntutan subsidier atau pengganti.
      Merupakan tuntutan yang diajukan penggugat untuk mengantisipasi kemungkinan tuntutan pokok dan tuntutan tambahan tidak diterima oleh hakim.